Saudaraku.
Satu di antara pekerjaan syaitan adalah menimbulkan keraguan dan khayalan kosong. Keraguan dan khayalan umumnya akan mengarahkan pada kekhawatiran dan putus asa dari rahmat Allah. Gelisah yang tak jelas apa yang menjadi inti kegelisahan, padahal segala sesuatu yang dikhawatirkan itu belum tentu terjadi. Gundah yang tak ada asalnya, padahal peristiwa yang melahirkan kegundahan itu belum dialami. Sungguh kita kerap menjadi objek syaitan. Syaitanlah yang berjanji, "Dan aku (syaitan) benar-benar akan menyesatkan mereka dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka." (QS. An-Nisa : 119).
Saudaraku...
Jauhilah pikiran yang tidak bermanfaat. Buanglah kekhawatiran yang tidak pada tempatnya. Campakkan khayalan kosong yang tak jelas ujung pangkalnya itu. Karena semuanya takkan menambah apa-apa kecuali membuat kita bisa makin terpuruk pada jerat frustasi dan ketakutan yang tak mendasar. Kesedihan, kekhawatiran dan ketakutan yang tak ada ujung pangkalnya. Merasa sunyi dalam keramaian. Sedih di tengah kegembiraan. Atau bahkan, mati di tengah sejuta harapan untuk hidup. Jika kita pernah mengalami suasana hati seperti itu, maka Allah SWT memberikan jawabannya. "Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat pada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya." (QS. Al-A'raf : 201 - 202). Itulah jawaban dari Allah SWT.
Saudaraku yang dikasihi Allah...
Menurut Imam al-Ghazali, awal dari segala perbuatan adalah kegiatan berfikir. Karenanya, orang yang selalu berfikir panjang dan mendalam (bertafakur) akan lebih mudah melaksanakan segala ibadah ketaatan yang lainnya. "Jika sudah sampai di hati, maka keadaan hati akan berubah. Jika hati sudah berubah, maka perilaku anggota badan akan berubah. Jika pebuatan mengikuti keadaan, maka keadaan mengikuti ilmu, dan ilmu mengikuti pikiran. Oleh karena itu pikiran adalah awal kunci segala kebaikan." (Abu Hamid al-Ghazaly, Ihya 'Ulumuddin, IV/389).
Bertafakur bukan berkhayal dan berangan-angan kosong. Bukan memikirkan soal keduniaan yang tak pernah habis. Bukan menguras pikiran untuk membahas problematika hidup yang hanya ada di dunia. Tapi mengarahkan kita untuk memikirkan fenomena alam dan kaitannya dengan keimanan. Itulah tafakur yang akan mempunyai pengaruh pada kebersihan hati. Tafakur adalah berfikir menerawang jauh dan merobos alam dunia ke dalam alam akhirat, dari alam ciptaan menuju kepada Sang Pencipta. Berfikir kadang hanya terbatas pada upaya memecahkan masalah-masalah kehidupan dunia, sedang tafakur dapat menerobos sempitnya dunia ini menuju alam akhirat yang luas, keluar dari belenggu materi menuju alam spiritual yang tiada batas.
Karena itu, jika kita memiliki hati yang selalu merenung atau bertafakur tentang ketinggian dan keagungan Allah SWT serta memikirkan kehidupan akhirat, keadaan itu akan memberi kemampuan kita membongkar dengan mudah niat-niat jahat yang terlintas dalam benak kita sendiri. Kita akan memiliki kepekaan dan ketajaman sebagai hasil dzikir dan tafakur yang berkesinambungan itu. Setiap kali terlintas suatu niat jahat atau buruk, maka pikiran, perasaan dan pandangan baik kita dapat segera mengetahui dan mengendalikan diri untuk menghancurkan niat jahat atau buruk itu.
Sungguh tepat sekali apa yang diwasiatkan Amir bin Abi Qais rahimullah, "Aku mendengar bukan satu kali, dua kali atau tiga kali dari sahabat nabi yg mengatakan, "Sesungguhnya pelita atau cahaya keimanan itu ada pada tafakur." Sofyan bin Uyainah juga pernah mengatakan, "Pemikiran itu adalah cahaya yang masuk dalam hatimu dan mungkin bisa digambarkan seperti dalam syair: 'Jika seseorang bertafakur, maka segala sesuatu ada pelajaran baginya." (Tafsir ibnu Kastir, 1/438).
Atau lihatlah kebiasaan bertafakur Abu Sulaiman ad-Darani, seorang shalih dari generasi tabiin, sehingga ia kerap dapat memetik pelajaran untuk dirinya. "Sekedar aku keluar dari rumah dan apa yang tertangkap oleh mataku, pasti aku melihat bahwa ada nikmat Allah atasku dari apa yang kulihat. Dan dari sana aku memetik pelajaran untukku." (Tafsir Ibnu katsir, 1/438).
Saudaraku...
Pernah ada seorang pemuda yang mengeluh akan kebekuan hatinya kepada seorang ulama besar, hasan al-banna. Hasan al-banna lalu mengatakan, "Berfikirlah dan berdzikir dalam waktu-waktu senyap, saat-saat kesendirian. Munajat dan merenungi alam semesta yang sangat istimewa dan menganggumkan, kemudian mengangungkan keindahan dan kemuliaan Allah dari alam semesta itu, lalu menyinambungkan kegiatan seperti itu, berlamaĆ¢€“lama memikirkan hal itu dengan menghadirkan keangungan Sang Pencipta.
Menggerakkan hati & lisan terhadap semua tandaĆ¢€“tanda keagungan yang menakjubkan dan hikmah Allah yang sangat tinggi. Semua itu wahai saudaraku yang mullia, tafakkur akan menjadikan hatimu hidup, sinarnya akan menerangi seluruh sisi jiwa dengan keimanan dan keyakinan. Bukankah Allah SWT berfirman dalam al-Qur'an, "Sesungguhhnya di dalam penciptaan langit dan bumi dan pergantian siang dan malam adalah tanda-tanda bagi ulul albab (orang yang berakal)." (al-Aqidah, Sayyid Qutb, 104).
Pikirkanlah, Allah selalu melihat di mana saja kita berada. Kekuasaan-Nya sangat dekat dengan diri kita bahkan ada di urat nyawa kita. Mungkin, meski sangat dekat, kita tidak merasakannya. Kita sudah melakukan kesombongan dan maksiat yang menyebabkan kita menjadi semakin 'jauh' dengan Allah. Dosa kita menjadi 'hijab' yang menghalangi kita dari merasakan kebesaran Allah SWT. Siapa yang merasakan kebesaran Allah SWT, siapa yang merasakan keadaan ini? Hanya kita sendiri. Orang lain itdak dapat menilai sejauh mana kedekatan kita dengan Allah kecuali hanya melihat dan menilai secara zahir. Sementara dari segi batinnya, hanya Allah yang Maha Mengetahui.
Mari sama-sama bertafakur saudaraku...
Bertafakur, apakah semua nikmat Allah itu sudah kita syukuri. Bertafakur, apakah karunia Allah di alam semesta ini telah menjadikan kita lebih mencintai dan mengagungkan Allah sebagai Penciptanya? Bertafakur, bagaimana kehidupan kita di akhirat? Bertafakurlah, bagaimana nasib kita setelah mati? Bertafakurlah, bagaimana keadaan kita di dalam kuburan? Bertafakurlah apakah kita akan memasuki surga atau neraka? Bertafakurlah, apakah timbangan amal kita sudah cukup? Bertafakurlah...
~~~~~
Referensi : Mencari Mutiara di Dasar Hati / Tarbawi Press.
*IKATLAH ILMU DENGAN MENULISKANNYA*
Al-Hubb Fillah wa Lillah,
0 comments:
Post a Comment