Setelah masing-masing Calon Presidan dan Calon Wakil Presiden diumumkan. Persaingan memperebutkan kursi RI-1 semangkin saja antara Capres. Masing -masing Tim Sukses melakuakan manuver untuk memenangkan calonnya. Semua taktik dan strategi mereka gunakan. Mau cara baik atau cara tidak baik termasuk diantaranya.
Yang sangat mencolok saat ini adalah "kebiasaan" sindir menyindir antara sesama Capres. Semua Capres melakuakannya baik secara sadar atau tidak sadar. Kebiasaan menyindir ini makin hari makain parah saja. Awalnya hanya sindiran "halus" yang dipergunakan. Namun belakangan mulai menggunakan sindiran yang kasar.
Memang menggunakan sindiran adalah cara untuk kampanye. Hal ini tidak bisa dipungkiri. Dengan meyindir kelemahan Capres saingannya maka diharapkan rakyat mau memilihnya pada pemilihan presiden nanti.
Puncaknya kemaren sewaktu acara Deklarsai Pemilu Damai. Kita dapat merasakan bahwa aroma persaingan tidak sehat mulai tampak. Seharusnya acara tersebut, yang diadakan oleh Komisi Pemilihan Umum, mengingatkan kepada semua orang pentingnya pemilu yang damai. Tanpa ada perselisihan dan anarkis itu yang diharapkan.Tetapi apa daya yang terjadi adalah saling sindir-menyindir antara sesama calon presiden.
Apa para calon presiden tidak menyadari bahwa yang dibutuhkan rakyat indonesia saat ini adalah pimpinan nasional yang bisa dijadikan contoh bagi rakyatnya. Karena sudah cukup lama rakyat tidak bisa melihat pimpinan yang bisa dijadikan contoh tauladan. Semua pimpinan yang ada saat ini tidak menampilakan hal tersebut. Masing-masing hanya "tampak baik" saat kampanye. Setelah pimilu selesai dan mereka memenangkannya maka akan tampak wajah aslinya. Tidak mau medengar suara rakyat. Selain itu kebiasaan para peminpin tersebut menunjukkan ketidakdewasaan dalam berpolitik
Sudah saatnya, para calon presiden, memulai kampanye yang damai tanpa sindir menyindir satu dengan yang lainnya. Karena damai itu indah
Yang sangat mencolok saat ini adalah "kebiasaan" sindir menyindir antara sesama Capres. Semua Capres melakuakannya baik secara sadar atau tidak sadar. Kebiasaan menyindir ini makin hari makain parah saja. Awalnya hanya sindiran "halus" yang dipergunakan. Namun belakangan mulai menggunakan sindiran yang kasar.
Memang menggunakan sindiran adalah cara untuk kampanye. Hal ini tidak bisa dipungkiri. Dengan meyindir kelemahan Capres saingannya maka diharapkan rakyat mau memilihnya pada pemilihan presiden nanti.
Puncaknya kemaren sewaktu acara Deklarsai Pemilu Damai. Kita dapat merasakan bahwa aroma persaingan tidak sehat mulai tampak. Seharusnya acara tersebut, yang diadakan oleh Komisi Pemilihan Umum, mengingatkan kepada semua orang pentingnya pemilu yang damai. Tanpa ada perselisihan dan anarkis itu yang diharapkan.Tetapi apa daya yang terjadi adalah saling sindir-menyindir antara sesama calon presiden.
Apa para calon presiden tidak menyadari bahwa yang dibutuhkan rakyat indonesia saat ini adalah pimpinan nasional yang bisa dijadikan contoh bagi rakyatnya. Karena sudah cukup lama rakyat tidak bisa melihat pimpinan yang bisa dijadikan contoh tauladan. Semua pimpinan yang ada saat ini tidak menampilakan hal tersebut. Masing-masing hanya "tampak baik" saat kampanye. Setelah pimilu selesai dan mereka memenangkannya maka akan tampak wajah aslinya. Tidak mau medengar suara rakyat. Selain itu kebiasaan para peminpin tersebut menunjukkan ketidakdewasaan dalam berpolitik
Sudah saatnya, para calon presiden, memulai kampanye yang damai tanpa sindir menyindir satu dengan yang lainnya. Karena damai itu indah
0 comments:
Post a Comment